My Kris, My Hero | Chapter 6 |

| Title : Sweetest Memories | Author : Seo Yuri |

| Main Cast : ♪ Lee Eun Ji (OC) | ♪ Kris Exo-M |

| Support Cast :  ♪ Yesung Super Junior |

| Genre : Romance, Angst, bla bla bla. |

| Length : Chaptered | Rating : PG 16 |

| Summary |

| Bolehkah manusia hidup dalam dunia mimpi? |

Inspirated by: “Anterograde Tomorrow (changdictator)” and “Memento (monggu)”.

Backsound Song: Secondhand Serenade – Goodbye

—OoooOoooO—

—i  h a v e  f o r g o t t e n  h o w  t o  j u s t  h e a r,  l o v e  a n d  c a r e,  n o  l o n g e r  b u t  l o s t—

—OoooOoooO—

Pernahkah kau merasa seluruh hidupmu hanya berputar pada seseorang? Awalnya tak ada  warna lain dihidupmu selain hitam dan putih, tapi semua berubah sejak dia datang. Setelah ia menyambut dengan senyum indahnya. Ia menarik kau keluar dari kejinya kehidupan, membantumu melihat betapa indahnya dunia ini. Selalu berada disamping ketika kau butuh, menjadi sandaran ketika kau benar-benar sendirian.

Gadis itu merasakannya, dengan perasaan senang dia menuju orang itu, menyambut tangan dan menggapai kehidupan baru dengannya. Kehidupan yang dijaminnya akan lebih indah.

Tapi baru saja ia sampai, senyumannya runtuh. Kesenangan yang dijanjikannya berubah menjadi neraka. Kehangatan yang disentuhnya berubah menjadi kobaran api yang bergitu besar. Bunga cantik yang dipetiknya berduri, menyakitinya yang tak tahu apa-apa. Bersiap-siap menyeretnya jatuh kelubang tak berujung.

Segalanya berubah menjadi begitu mengerikan. Ia mencoba berlari, menjauh dari semua kenyataan yang menunggunya diujung jalan. Tapi kakinya melangkah ke arah sebaliknya, berharap ada setitik cahaya terang yang akan menyelamatkannya, menghangatkan tubuhnya yang mulai menegang, mengobati luka hatinya. Menggapai tangannya yang kini sudah terjatuh. Tapi kemana cahaya itu? Kemana lagi ia harus berlari? Apa cahaya itu benar-benar ada?

—OoooOoooO—

Gadis itu mendesah selama beberapa saat sebelum menempelkan ponsel ditelinganya. Tapi tiba-tiba ia berteriak histeris memanggil seseorang sambil menangis terus-menerus. Anehnya, ia merasa ada cahaya hangat yang menyinari tubuhnya. Begitu ia berbalik, secara ajaib tubuhnya berada ditengah jalan dengan mobil yang berjarak dekat dengannya.

Tubuhnya terhempas begitu keras membentur pembatas jalan. Nafasnya memburu, dadanya naik-turun dengan cepat, segalanya menjadi sangat kabur. Kesadarannya hampir hilang, hingga suara itu terdengar.

Ya! Apa kau baik-baik saja?”

Gadis itu mengerjap-ngerjapkan matanya sebelum bisa melihat seorang lelaki berambut pirang menatapnya khawatir. Lelaki itu berkali-kali berteriak padanya, tapi ia sama sekali tak menjawab. Bukannya tidak mau, ia hanya terlalu lelah untuk menjawabnya. Ia begitu lelah dan ingin cepat-cepat beristirahat.

Tapi suara itu terdengar lagi, “Berhentilah menakut-nakutiku. Ayo bangun.” Memaksanya untuk tetap sadar, memaksakan tubuhnya naik kedalam pelukan lelaki itu, mengikutinya yang sekarang masuk ke dalam mobil. Menghilang dalam kelamnya malam. Akhirnya ia tak lagi sendiri, akhirnya ia tak lagi kesepian, akhirnya hatinya tak lagi merasa sakit.

—OoooOoooO—

“Eun Ji?”

“Lee Eun Ji?”

Ne?” Eun Ji tersentak kaget, kepalanya langsung bergerak kesamping. Kris sedang menatapnya bingung sambil berkata, “Gwenchana” dengan nada khawatir.

“Eohhh… gwenchana,” ia manatap kedepan, lalu, “Hanya saja… disini, cantik.”

Kris ikut menatap kedepan. Melihat hamparan laut yang begitu luas. Mereka berdua tidak berada dipantai, hanya duduk dipinggir jalan yang sepi. Disebelah kanan jalan terbentang laut luas, sehingga dari tepi jalan mereka bisa memandang deburan ombak dari laut.

 “Kau senang?” gumam Kris.

Eun Ji menoleh kearahnya. Apa maksudnya? Kenapa tiba-tiba Kris bertanya seperti itu?

Kris masih tetap memandang ke laut. Ia mengembuskan nafas. “Kau senang?” katanya sekali lagi. Nada suaranya lemah, seakan-akan ia tak bisa mengucapkan kata-kata lain lagi. “Berada disini, apa kau senang?”

Eun Ji mengerutkan kening karena heran. “Kenapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu?” tanyanya.

Kris menoleh ke arahnya, tersenyum samar. “ Entahlah,” katanya. “Tiba-tiba pertanyaan itu menghantui pikiranku, ‘Apakah Lee Eun Ji senang disini?’, ‘Apa aku tidak salah membawa Lee Eun Ji kesini?’, ‘Apa Eun Ji akan merasa bosan?’, karena aku sama sekali tak bisa menjawab, makanya aku bertanya.”

Eun Ji tersenyum samar. Ia ingat Kris. Ia ingat rambut pirang lelaki yang sekarang duduk disampingnya. Tiga tahun yang lalu, ketika tubuhnya terhempas disisi jalan, dia ada disana. Lelaki itu ada disana, menatapnya khawatir, memeluknya, membawanya kedalam mobil. Eun Ji ingat semuanya. Tapi aneh, meskipun ia tahu Kris yang sudah menabraknya, kenapa ia sama sekali tak merasa marah. Kenapa begitu bayangan itu muncul diotaknya, ia masih saja mengikuti Kris datang kesini. Mengizinkannya untuk membawanya bersama. Kenapa? Kenapa?

Kepala Eun Ji tertunduk. Mereka terdiam sejenak, lalu Eun Ji berkata dengan pelan, “Aku senang.” Ia tersenyum, “Karena kau disini.” Bahkan ketika kata-kata itu tidak seharusnya dikatakan, mulutnya bergerak tanpa bisa dicegah. Kenapa ia sama sekali tak bisa mengontrol tubuhnya sendiri? Apa yang sebenarnya terjadi?

Kris tertawa kecil. “Aku bertanya apa kau senang berada disini, bukan apa kau senang berada didekatku. Seharusnya kau menjawab apa yang kutanyakan, bukannya menjawab sesuatu yang tak kutanyakan.”

“Tidak,” gumam Eun Ji. “Aku berkata seperti itu bukan untuk menjawab pertanyaanmu.” Eun Ji menarik nafas dan menghembuskannya lagi, “Ini aneh, benar-benar aneh.”

Sebelah tangannya menempel didada dan ia memejamkan matanya, membiarkan terpaan angin membelai wajahnya, menerbangkan rambutnya, sementara dari samping Kris mengamati.

Matanya dibuka dengan perlahan, tangannya pun diturunkan dengan teratur, sementara senyumnya melebar dan ia berkata, “Sedari tadi dadaku berdetak dengan begitu cepat. Ini aneh, benar-benar aneh.” Eun Ji menoleh ke arah Kris. “Tapi sekarang semuanya semakin aneh begitu aku menyadari jantung ini berulah karena kau. Kenapa? Kenapa jantungku berpacu cepat ketika aku berada didekatmu?”

Kris menoleh ke arah Eun Ji, lalu kembali menatap laut. Ia sedikit tersenyum sebelum berkata, “Aku suka berada disini.”

Eun Ji melihatnya sekilas lalu mengangguk, “Mm, disini sangat tenang, hatiku merasa begitu damai.”

“Disini… abu ibuku ditaburkan.”

Eun Ji menoleh memandang Kris. Lelaki itu sedang menatap laut sambil tersenyum kecil. Jantung Eun Ji lagi-lagi berdetak begitu cepat. Kenapa melihat lelaki ini selalu membuat jantungnya bekerja tak beraturan?

“Lalu,” katanya. “Kenapa kau mengajakku kesini?”

Kris tersenyum samar, ia berdiri dan menatap laut. “Kenapa?” ia tertawa kecil, “Aku tidak tahu, aku hanya merasa kau akan menyukainya.”

“Kau benar, aku benar-benar menyukai tempat ini.” ujar Eun Ji. Ia ikut berdiri dengan tatapan yang tak lepas dari Kris.

“Maaf,” gumam Kris.

Dahi Eun Ji berkerut tak mengerti. Apa yang dikatakannya tadi? Maaf?

“Maafkan aku.” Ucap Kris dengan suara rendah.

“Untuk apa?” tanya Eun Ji penasaran.

Kris memandang ke arahnya. “Kecelakaan itu,” katanya. “Maafkan aku.”

Kerutan di dahi Eun Ji perlahan-lahan hilang, ia cepat-cepat memalingkan wajah dan memandang laut. Kenapa ia harus minta maaf? Seharusnya Kris tak perlu melakukan semua ini. Memang Kris sudah menabrak Eun Ji. Tapi… kenapa Eun Ji masih tetap merasa bahwa semua ini bukan salah Kris.

“Tidak,” gumam Eun Ji. “Buat apa minta maaf? Kris sama sekali tak salah.”

Kris masih diam, begitu pula Eun Ji, lalu, “Bolehkah aku bertanya sesuatu?” Eun Ji menatap Kris tak yakin. “Malam itu… apa yang Kris pikirkan ketika menabrakku?”

Lelaki itu juga sedang menatapnya dengan raut wajah yang susah ditebak artinya. Cepat-cepat Eun Ji kembali berkata, “Maksudku, malam itu kenapa kau ada disana? Apa yang sebenarnya terjadi?”

Kris memasukkan tangan ke dalam saku celana. “Hari itu hari peringatan kematian ibuku.”

Eun Ji mengangguk singkat, “Ahhh, hari peringatan.” Ia terdiam sejenak, kemudian, “Lalu bagaimana perasaanmu ketika menabrakku? Apa Kris ketakutan dan berlari meninggalkanku? Atau Kris menolongku?”

Kris mengembuskan nafas dan tersenyum samar, “Kau terlihat penasaran.”

Eun Ji kembali mengangguk, “Tentu saja, tapi kurasa aku sudah tahu jawabannya. Kris pasti menolongku, bahkan jika bukan kau yang menabrakku hari itu, Kris pasti akan menolongku ketika melihat aku terluka. Aku benar, kan?”

“Aku memang menolongmu, tapi…”

Belum sempat Kris menyelesaikan perkataannya, Eun Ji menyela dengan cepat, “Berarti Kris tidak salah,” ia tersenyum menang dan berkata, “Tidak perlu minta maaf padaku karena ini bukan salah Kris.”

Kris terdiam sejenak kemudian tersenyum. Ia membawa tangannya ke atas kepala Eun Ji dan mengelusnya pelan. Setelah itu ia mendorong pelan kepala Eun Ji kebahunya. “Eun Ji-ah.”

Eun Ji mengangguk singkat, “Mm..”

“Berjanjilah padaku satu hal.” Kris menarik nafas, “Meskipun kau melupakan tempat ini, melupakan kejadian hari ini, melupakan semuanya tentang diriku, kau harus tetap ingat bahwa aku mencintaimu.”

“Berjanjilah kau akan tetap ingat bahwa masih ada Kris yang selalu mencintaimu. Sepenuh hati.”

Eun Ji terdiam sejenak lalu ia kembali mengangguk dengan senyum mengembang. Kris menutup matanya dan tersenyum. “Saranghae Eun Ji-ah. Jinjja saranghae.

Eun Ji masih tersenyum ketika kepalanya mengangguk, tapi ketika ia berkata, “Nado” dengan suara rendah senyum itu hilang bak ditelan bumi. Matanya menyorotkan kepedihan, kesedihan yang begitu dalam.

Tiba-tiba Eun Ji mengangkat kepalanya dan berkata, “Sekarang kita mau kemana?” tanyanya.

Kris tampak sedikit berpikir, lalu ia tersenyum. “Pertama-tama kau harus merubah penampilanmu.”

Eun Ji langsung menatap tubuhnya dari bawah. Ya ampun, ia lupa masih menggunakan pakaian rumah sakit. Jadi sedari tadi ia berkeliaran dengan baju rumah sakit. Bagaimana bisa Eun Ji tak menyadarinya?

“Tenang saja,” Kris berucap sambil mengelus wajah Eun Ji. “Kau tetap terlihat mengagumkan dengan baju ini.”

Senyumnya langsung merekah. Kris melepaskan tangannya dan langsung berjalan menuju mobil. “Kita harus bergegas. Ayo.”

Dari belakang, Eun Ji terus mengamatinya. Menatap punggung tegap milik Kris. Milik seseorang yang menabraknya tiga tahun yang lalu. Mengingat kejadian itu, senyum Eun Ji langsung memudar. Mendadak saja ia merasa sulit bernafas.

“Bukan Kris, bukan dia,” gumamnya sambil menggelang pelan.

—OoooOoooO—

Dimana gadis itu?

Kris melemparkan pandangan ke sekeliling ruangan mencari sosok Eun Ji tanpa hasil. Beberapa saat yang lalu ia membiarkan Eun Ji memilih baju yang akan dikenakan nanti. Sementara dia duduk dikursi, menunggu gadis itu. Tapi setengah jam sudah berlalu dan Lee Eun Ji menghilang begitu saja.

Dimana gadis itu sekarang? Kris tak benar-benar khawatir karena ia tahu wanita biasanya memang suka menghabiskan sepanjang waktunya untuk memilih baju. Tapi ini Eun Ji, Lee Eun Ji. Gadis itu bahkan belum bisa mengingat nama rumah sakit yang ditempatinya, mana mungkin ia menjadi wanita pemilih begitu melihat baju-baju?

Kris menghampiri seorang gadis, seperti seorang penjaga toko yang sedang merapikan beberapa baju ketempatnya semula. “Maaf, tapi apa kau melihat seorang gadis dengan baju pasi… maksudku,” ia menggaruk kepalanya sendiri, kebingungan mencari kata yang cocok untuk mengambarkan sosok Lee Eun Ji.

“Ah, maksud anda Nona Lee?” tanya gadis itu sambil tersenyum sopan.

Kris terlihat bingung sejenak, kemudian ia mengangguk dengan ragu.

“Apa anda kekasihnya?”

Kris lagi-lagi mengangguk.

“Wah~ Kau benar-benar tampan, tepat seperti yang dikatakan nona Lee.” Gadis itu tersenyum kecil, setelah itu ia berjalan selangkah dan berkata, “Ikuti aku, nona Lee ada disini.”

Kris hanya menurut. Mengikuti gadis itu berjalan kesuatu tempat tanpa berkata apa-apa. Padahal sedari tadi kepalanya dipenuhi pertanyaan, kenapa gadis ini memanggil Eun Ji dengan sebutan nona? Lalu dari mana dia mengenal Eun Ji? Kris hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan kembali berpikir, mungkin saja tadi Eun Ji bertemu dengan gadis itu dan mereka berbicara banyak. Ya, pasti karena itu.

Kris terlalu sibuk berpikir sehingga ia tak sadar bahwa gadis didepannya sudah berhenti berjalan. Setelah gadis itu berkata, “Nona Lee ada didalam” barulah ia sadar dan langsung mengucapkan “Terima kasih”

Sejenak Kris menatap pintu dihadapannya bingung. Apa yang dilakukan Eun Ji didalam sini? Tapi, bagaimana kalau nona Lee yang dimaksud itu bukan Lee Eun Ji tapi orang lain? Bagaimana jika itu terjadi?

Pintu tiba-tiba terbuka, barulah Kris tersadar untuk kedua kalinya. Seorang gadis keluar sambil menatap Kris lekat-lekat, kemudian ia tersenyum dan membungkukkan badannya. “Silakan masuk tuan, nona ada didalam.”

Kris lagi-lagi hanya bisa mengangguk ragu. Setelah gadis itu pergi barulah Kris membuka pintu dengan perlahan. Pertama-tama matanya melihat ruang rias dengan begitu banyak cermin didalamnya. Ada begitu banyak baju dan juga kosmetik. Tapi dimana Eun Ji? Kenapa gadis itu sama sekali tak terlihat?

Kris melangkah masuk dan melihat berkeliling. Gadis itu benar-benar tak ada disini. Mungkin nona Lee yang dimaksud memang bukan Eun Ji, mungkin saja orang lain.

Baru saja Kris ingin berbalik, tiba-tiba suara Eun Ji terdengar.

“Kris, kaukah itu?”

Kris langsung berbalik dengan cepat dan malah mendapati pantulan dirinya sendiri dicermin. Ia terdiam sejenak dan berpikir. Mungkin saja ia salah dengar.

“Aku disini.”

Suara itu terdengar lagi. Kris melangkahkan kakinya lebih dalam menulusuri tempat itu. Tempat ini sangat luas, dengan lampunya yang sedikit redup ruangan yang dinominasi dengan warna putih ini menjadi terlihat indah.

Kakinya berhenti dihadapan sebuah kain panjang berwarna merah muda. Apa Eun Ji ada disini? Tapi, untuk apa Eun Ji disini? Rasanya sangat aneh kalau Eun Ji tiba-tiba ada disini? Mungkin nona Lee yang dimaksud memang bukan Eun Ji. Mungkin suara yag tadi didengarnya hanya ilusi saja. Ya, mungkin saja seperti itu.

Tapi apa salahnya mencoba? Setelah memantapkan hatinya, Kris menggenggam kain itu erat lalu mengibaskannya dalam sekali hentakkan.

Lee Eun Ji mucul sambil menyerukan “Taraaaaa…” ia tersenyum bahagia dengan mata yang menyipit.

 Kris mematung, tatapannya tak bisa lepas dari Eun Ji yang sekarang berjalan kesamping dan menggandeng tangannya.

Rambut Eun Ji dikeriting dan dibiarkan terurai. Ia menggunakan gaun panjang berwarna soft pink. Kris belum pernah melihat Eun Ji yang seperti ini. Ini berbeda, benar-benar berbeda.

“Bagaimana penampilanku?” tanya Eun Ji. Tapi Kris masih diam, masih saja terpesona dnegan penampilan baru Eun Ji.

“Kenapa? Kris tidak suka?” Eun Ji menatap tubuhnya dari bawah lalu menatap wajah Kris yang sekarang tersenyum kecil.

Kris menggeleng pelan dan mengelus pelan kepala Eun Ji. “Tidak,” ia berkata pelan, “ini tidak terlihat seperti Lee Eun Ji yang ku kenal. Tapi aku suka, benar-benar suka.”

Jinjja?” tanya Eun Ji senang. Kris hanya mengangguk pelan dengan senyum yang terus mengembang diwajahnya.

Mereka seperti itu selama beberapa lama, lalu, “Tapi Kris,” senyum Eun Ji menghilang lalu ia menatap Kris dengan gelisah. “Orang-orang itu aneh. Mereka bertingkah seakan-akan mengenalku. Mereka berbicara panjang lebar padaku, padahal aku sama sekali tak mengerti apa yang mereka katakan.”

Kris melirik ke luar sekilas lalu menatap Eun Ji dengan tatapan menenangkan, “Memangnya mereka bilang apa?”

Eun Ji tampak berpikir, “Mereka memanggilku nona Lee, bahkan ada salah satu dari mereka yang memanggilku Lee Seul.”

Kris tersentak kaget. Matanya membulat dan tanpa sadar ia menahan nafasnya.

“Apa kau kenal dengan seseorang yang bernama Lee Seul?” tanya Eun Ji bingung. Tapi Kris sama sekali tak menjawab, ia terlalu kaget dengan perkataan Eun Ji barusan. Otaknya masih belum bisa mencerna semuanya dengan baik. Nona Lee dan sekarang Lee Seul? Bagaimana bisa orang-orang itu memanggil Eun Ji dengan sebutan Lee Seul? Apa mereka benar-benar mengenal Eun Ji?

“Kris?”

“Kris?”

Kris langsung menarik tangan Eun Ji dan membawanya pergi dari situ. Setelah membayar dikasir, mereka bertemu lagi dengan dua gadis yang tadi merias Eun Ji. Eun Ji tersenyum dengan kedua orang itu begitu pula sebaliknya. Tapi belum sempat Eun Ji berbicara sepatah kata, Kris menariknya keluar dari tempat itu. Tanpa berkata apa pun.

Dari belakang Eun Ji menatap tangan Kris yang sedang menarik tangannya. Lalu pandangannya beralih ke arah Kris yang sedang memunggunginya. Raut wajahnya kembali berubah, ia  menatap punggung itu sedih. Benar-benar bukan dia. Bukan Kris.

—OoooOoooO—

Hari itu berjalan sempurna. Setelah merubah penampilan Eun Ji, mereka makan siang di sebuah restoran berkelas didaerah Gangnam, kemudian melihat pameran seni didekat sana. Setelah itu menonton film romantis di bioskop. Malamnya, Kris mengajak Eun Ji untuk berjalan-jalan disekitar taman Hangang sebelum akhirnya mereka berhenti didekat jembatan Banpo untuk melihat sungai Han lebih dekat.

“Wah~ cantik sekali,” ujar Eun Ji sambil mengagumi kecantikan sungai Han dengan mulut terbuka.

Kris tersenyum. “Ini pertama kalinya aku kesini,” katanya. Lalu, ia mengangkat tangannya menunjuk ke arah jembatan. “Aku juga baru pertama kali melihat jembatan Banpo dari bawah.”

Eun Ji mendongkak mengikuti arah yang ditunjukan Kris.

Kris melanjutkan, “Sebentar lagi ada pertunjukkan air mancur pelangi. Kujamin kau pasti suka.”

“Wah Kris~ kau benar-benar berbakat menjadi pemandu wisata. Kita benar-benar harus pergi ketempat yang lebih indah lagi jika lain kali kita keluar,” gumam Eun Ji sambil tersenyum senang.

Kris tersentak dan menurunkan tangannya. Sejenak ia kembali menginjak bumi dan dihadapkan pada kenyataan. Apakah akan ada lain kali? Ia meragukannya. Bukankah ia sudah berjanji tidak akan ada lagi Kris diesok hari? Tetapi ia tak mau menghadapi kenyataan sekarang. Besok ya besok, hari ini ya hari ini. Hari ini mereka akan bersenang-senang. Ya, bersenang-senang.

Geurae, lain kali kita akan pergi ketempat yang sangat indah,” kata Kris akhirnya. Biarlah ia bermimpi masih bisa tetap bersama Eun Ji setelah malam ini. Tidak apa-apa. “Begitu indah, hingga Lee Eun Ji akan mematung saking kagum. Kita pasti akan pergi ketempat seperti itu.”

Lee Eun Ji memandangnya lalu tersenyum. “Janji?” ujarnya sambil mengangkat jari kelingking.

Kris terdiam sejenak sebelum akhirnya menautkan jari kelingkingnya pada Eun Ji dan berkata, “Aku.. berjanji” dengan tak yakin.

Tepat ketika mereka menurunkan tangannya bersamaan, air mancur pelangi terlihat menyembur dari samping jembatan Banpo.

Eun Ji langsung memandang lurus kedepan dan kembali berdecak kagum. Sebelah tangannya terangkat ke mulut. Matanya terpaku pada air warna-warni dengan model pancuran di samping jembtan. Ini pertama kalinya ia melihat pemandangan seindah ini. Ia merasa senang dan takjub disaat yang bersamaan hingga dadanya terasa sesak.

Sementara Kris masih menatap Eun Ji dari samping dengan lirih.

Eun Ji tersenyum hari ini. Eun Ji tertawa hari ini. Eun Ji mengoceh hari ini. Eun Ji bertanya ini dan itu hari ini. Eun Ji masih disampingnya, gadis itu masih memegang tangannya hari ini. Hari ini, hanya hari ini.

Benarkah hanya hari ini? Tak bolehkah jika ia berharap masih ada hari lain? Apakah ini hari terakhirnya melihat senyum Eun Ji yang selalu bisa membuat hatinya merasa damai? Apakah ini terakhir kalinya ia boleh berada sedekat ini dengan Lee Eun Ji? Tak bolehkah ia menggenggam tangan Eun Ji besok? Tak bolehkah ia melihat wajah gadis itu dari dekat jika hari ini berakhir? Sebenarnya apa yang diinginkannya? Bukankah ia yang ingin pergi dari kehidupan Lee Eun Ji? Tapi kenapa rasanya sungguh tak rela.

Ia masih mau melihat gadis itu tertawa diesok hari. Ia masih merindukan Lee Eun Ji meskipun gadis itu kini berada disampingnya. Apa yang harus dilakukan Kris sekarang? Bagaimana caranya agar hari esok tidak datang? Ia sungguh masih ingin berada disamping Eun Ji, mendengarkan keluh-kesahnya, menjawab semua pertanyaannya. Menemaninya melewati hari dan tetap berada disampingnya meski malam sudah tiba.

Apa yang harus ia lakukan ketika ia tak bisa lagi melihat Lee Eun ji. Bahkan bayangannya pun tidak. Bagaimana? Apa yang akan terjadi padanya?

“Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu. Wah~ ini benar-benar warna pelangi. Kris~ ini benar-benar indah.” Eun Ji bersorak senang sambil berkali-kali bertepuk tangan dan melirik ke arah Kris. Sementara Kris masih setia memandang Eun Ji tanpa melakukan apapun. Tanpa berkata apa pun.

Hingga tiba-tiba ia mendekatkan tangannya pada Eun Ji dan menggenggamnya. Eun Ji menoleh dengan wajahnya yang masih tertawa senang.

Kehangatan genggaman tangan Eun Ji mengalir ke tubuh Kris, mengisi hati dan jiwanya, juga semakin membuat dadanya merasa sesak dan begitu berat. Apakah ini terakhir kalinya ia bisa merasakan kehangatan tangan Eun Ji?

Hati Kris terasa seolah di remas. Sebagian dirinya masih tak percaya bahwa hari ini adalah terakhir kalinya ia melihat gadis itu tertawa lepas. Tapi sebagian dirinya kembali mengingatkannya pada kenyataan yang terus menerus berteriak ditelinganya. Mengajarkannya untuk menerima kenyataan meskipun itu sulit. Berusaha tetap tenang meskipun sulit. Kendali dirinya hampir saja runtuh ketika gadis itu tersenyum senang dengan mata yang menyipit. Ingin rasanya ia membawa Eun Ji ke tempat dimana tidak ada seorang pun yang mengenal mereka. Ingin rasanya ia berlari dari kenyataan yang selalu mengejarnya.

Tapi… lagi-lagi ia dihadapkan pada kenyataan itu. Ketika pandangannya pada Eun Ji semakin kabur, ketika kepalanya berdenyut hingga dadanya merasa sesak. Ia hanya bisa menggenggam tangan Eun Ji erat lalu menarik gadis itu kedalam pelukannya. Merasakan kehangatan dalam diri gadis itu. Saat itu ia berharap waktu bisa berhenti. Ia rela memberikan apa saja asalkan waktu berhenti saat itu.

Hari ini saja, biarkan mereka seperti itu. Hari ini saja biarkan ia menghabiskan waktunya dengan Eun Ji. Ia berjanji dengan segenap hati tak akan ada lagi masa-masa seperti itu besok dan selamanya. Ia berjanji dengan sepenuh hati.

—OoooOoooO—

Eun Ji mengerjapkan mata dan tercengang. Tapi ia menurut saja ketika Kris menarik tangannya dengan pelan namun yakin, menarik tubuhnya mendekati Kris, menarik Eun Ji kedalam pelukannya. Ia sama sekali tak menghindar atau pun menolak. Ia membiarkan Kris melingkarkan sebelah lengannya ke sekeliling tubuhnya. Ia membiarkan Kris memeluknya dengan erat. Ia membiarkan dirinya tenggelam dalam kehangatan Kris.

Perlahan namun pasti tangan Eun Ji terangkat membalas pelukan Kris. Senyumnya langsung mengembang ketika ia berhasil memeluk tubuhn lelaki itu dengan erat. Memeluk Kris seperti ini membuat jantungnya serasa berhenti berdetak dan nafasnya tercekat. Mereka begitu dekat sehingga ia bisa merasakan debar jantung laki-laki itu. Rasanya hangat dan sangat nyaman. Seakan-akan ia sedang melayang di awan.

“Eun Ji-ah” panggil Kris dengan suara kecil. “Eun Ji-ah”

Eun Ji mendengar suara Kris di samping kepalanya. Ia tidak sanggup bersuara, hanya bisa mengangguk.

Untuk beberapa saat mereka berdiri berpelukan seperti itu, di bawah pohon lebat di taman Hangang dengan pemandangan air mancur pelangi disampingnya. Eun Ji berdoa dalam hati agar ia bisa selamanya merasakan perasaan bahagia ini.

Namun sikap Kris membuatnya bingung. Lelaki itu terus menerus mempererat pelukannya tanpa melakukan hal lain. Bahkan Kris tidak berkata apa-apa.

Ketika Eun Ji bermaksud melonggarkan pelukannya, Kris juga sama sekali tak merespon. Ia tak melonggarkan pelukannya malah semakin mempererat hingga Eun Ji merasa susah bernafas. Apa yang sebenarnya terjadi pada Kris? Apa yang sedang dipikirkan Kris?

“Kris?” panggil Eun Ji di bahu Kris.

Kris sama sekali tak menjawab.

“Kris?”

Ia juga tak merespon.

“Kris?”

Lagi-lagi ia hanya diam, tapi Eun Ji bisa merasakan Kris yang kini sedang menghela nafasnya.

“Kris?”

“Sebentar saja,” akhirnya Kris menjawab dengan suara yang agak bergetar. “Kumohon.”

Eun Ji hanya menurut dan setelah itu ia tak lagi memanggil-manggil Kris. Ia hanya diam, membiarkan Kris semakin mempererat pelukannya, membiarkan lelaki itu menghela nafas beberapa kali di dekat tengkuknya. Membiarkan kehangatan Kris sedikit demi sedikit merayap memenuhi tubuhnya. Membiarkannya melakukan semua itu.

Setelah melakukan sesuatu dibelakang Eun Ji, Kris melonggarkan pelukannya dan mundur selangkah supaya bisa menatap mata Eun Ji.

Matanya memerah.

Eun Ji menatap Kris khawatir, kakinya langsung maju selangkah hingga jaraknya dengan Kris semakin dekat, tapi entah mengapa Kris juga langsung mundur. Eun Ji maju lagi dan Kris kembali mundur.

Kenapa Kris seperti itu? Eun Ji mengernyit heran dan berhenti melangkah. Tangannya terangkat, bermaksud menyentuh wajah Kris, tapi tangannya ditahan oleh Kris.

“Eun Ji-ah” panggil Kris.

Eun Ji menatap tangannya yang ditahan Kris sekilas sebelum akhirnya menatap Kris bingung. Apa yang sebenarnya terjadi pada Kris? Kenapa ia bersikap aneh? Apa yang mengganggu pikirannya?

Kris melepaskan tangannya dengan perlahan lalu sebelah tangannya lagi meraih wajah Eun Ji kemudian mengelusnya. Rasanya menyenangkan sekali menyentuh Eun Ji seperti ini. Rasanya sangat benar. Dirinya terasa kembali utuh ketika menyentuh wajah Eun Ji. Hatinya merasa damai. Tapi begitu ia ingat masih ada hari esok, senyumnya yang awalnya tulus berubah menjadi senyum miris, senyum lirih yang dipenuhi kepedihan.

“Semuanya akan baik-baik saja.”

Eun Ji hanya diam. Matanya tak bisa lepas dari Kris.

“Meskipun besok tak akan sama seperti hari ini. Lee Eun Ji masih akan tersenyum, tertawa dan merasa senang.” gumam Kris sekali lagi. “Percayalah padaku.”

Eun Ji tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya tersenyum dan mengangguk dengan pandangan yang lurus ke arah Kris. Ia percaya.

“Aku mencintaimu Eun Ji-ah, benar-benar sangat mencintaimu.”

Eun Ji tidak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya saat itu. Yang ia tahu pipinya terasa panas, dadanya berdebar terlalu keras hingga ia merasa sesak. Lalu tiba-tiba Kris menariknya mendekat dalam sekali hentakan. Disaat yang bersamaan, ia mendengar bunyi desingan lalu letupan, sambung-menyambung. Langit malam pun tampak semakin semarak dengan cahaya indah warna-warni.

Tapi Eun Ji masih tak bisa melepaskan pandangannya dari Kris. Yang ia tahu malam itu disekitarnya menjadi berwarna pelangi dan tiba-tiba Kris menciumnya.

—OoooOoooO—

Ketika malam itu harus berakhir, Eun Ji merasa tidak rela. Perlahan-lahan senyum diwajahnya  mulai memudar dan tiba-tiba ia berpikir apakah akan ada hari seperti ini lagi dimasa depan? Ia bertanya-tanya dalam hati bolehkah waktu berhenti berputar agar ia bisa bersama dengan Kris seperti ini?

Kris mengantarnya sampai kedepan ruangannya. Lelaki itu juga terlihat bimbang. Beberapa saat mereka masih berpegangan tangan, lalu Kris menyerah. Dengan perlahan ia melepaskan genggamannya dan melepaskan tangan Eun Ji.

“Selamat malam, Eun Ji-ah,” katanya sambil memaksakan seulas senyum. Ia mengulurkan tangan dan memegang kepala Eun Ji sekilas.

Begitu Kris berbalik, Eun Ji merasa sebagian hatinya tercabik, sebagian dirinya ikut pergi. Entah mengapa rasanya sangat sulit membiarkan Kris pergi, padahal ruangan mereka bersebelahan. Tapi kenapa rasanya begitu berat. Eun Ji merasa seakan-akan tidak akan bisa melihat Kris lagi, seolah-olah ini terakhir kalinya ia melihat Kris. Terakhir kalinya ia berada didekat Kris.

Tetapi ia tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa diam memandangi punggung Kris yang semakin jauh. Begitu Kris berbelik dan tersenyum, ia hanya bisa tersenyum kecil tanpa berkata-apa. Bahkan ketika Kris membuka pintu ruangannya dan sosoknya menghilang, Eun Ji tetap terdiam seperti orang bodoh.

Setelah menghembuskan nafas panjang, ia baru membalikkan tubuhnya dengan pelan. Ketika pintu terbuka, ia baru menyadari ada seseorang yang duduk didekat ranjangnya. Orang itu langsung tersentak kaget begitu melihatnya dan berjalan cepat ke arahnya.

“Akhirnya kau pulang, aku hampir menunggu seharian disini.” Kata lelaki berkaca mata itu dengan cepat.

Eun Ji mundur selangkah dan langsung bertanya, “Siapa kau?” ketika lelaki itu kembali mendekatinya.

Lelaki itu menggaruk kepalanya sekilas sebelum akhirnya mengulurkan tangan dan berkata, “Kim Jong Woon, kau bisa memanggilku Yesung.”

Eun Ji terlihat ragu sejenak sebelum akhirnya menyambut uluran Yesung dan tersenyum canggung.

Rasanya aneh. Sepertinya ia pernah bertemu dengan orang ini.  Sangat familiar, tapi kenapa ia sama sekali tak bisa ingat? Atau jangan-jangan…

“Aku dokter yang merawatmu.”

Tepat seperti dugaan Eun Ji. Eun Ji langsung menatap sosok dihadapannya lekat-lekat. Kim Jong Woon, dokter yang merawatnya. Kim Jong Woon.

Sebenarnya ada begitu banyak hal yang ingin dibicarakan Eun Ji, tapi bolehkah ia membicarakannya sekarang?

“Ehm… Dokter Kim?” Eun Ji bersuara.

“Panggil saja Yesung.” Sela Yesung cepat. Eun Ji mengangguk sekilas sebelum berkata, “Ada sesuatu yang menggangguku hari ini, apa kau bisa membantuku?”

Mata Yesung membulat sempurna, ia langsung berjalan jmendekati Eun Ji dan mencengkramk kedua lengan Eun Ji erat. “Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja, kan? Si bodoh itu tidak menyakitimu, kan? Dia tidak menyelakaimu lagi, kan?”

Lagi? Tunggu, apa maksudnya dengan lagi? Jadi Yesung tahu kalau Kris pernah menyelakai Eun Ji dulu?

“Darimana kau tahu?” tanya Eun Ji cepat.

“Apa?”

“Darimana kau tahu bahwa Kris pernah menabrakku?” tanya Eun Ji tak sabaran. Jika memang orang dihadapannya ini tahu sesuatu tentang masa lalunya, bisa saja lelaki ini bisa membantu Eun Ji menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Semoga saja, semoga saja.

Yesung mengernyit heran sebelum membalas, “Sebentar, darimana kau tahu Kris pernah menyelakaimu? Aku tidak bilang Kris menabrakmu. Apa Kris yang menceritakannya padamu? Atau jangan-jangan, KAU INGAT SESUATU? LEE EUN JI, beritahu aku apa yang sebenarnya terjadi?”

Kris terdiam sejenak sebelum akhirnya ia menceritakan apa yang diingatnya hari ini. Tentang kecelakaan itu, tentang telepon yang diterimanya, tentang semuanya yang terjadi hari ini.

Saat itulah aku sadar, jalan untuk menemukan jati diriku semakin dekat. Itu artinya mimpi buruk akan segera menyapa.

…to be continue…

 

Satu komentar di “My Kris, My Hero | Chapter 6 |

Tinggalkan komentar